Namaku
Elsa Dilla. Bisa dipanggil elsa atau dilla. Tapi kalau nama tenarku
sadil, biasa itu hasil kreatifitas teman-temanku yang kurang kerjaan. Aku itu
kalau udah kena TV, betah dan nggak pernah bosen meski sudah sering nonton
acaranya. Aku anak tunggal tapi nggak asli. Sebenarnya aku punya kakak yang
namanya Nurlaela Hurnia Dewi tapi dia sudah meninggal dunia. Kata mamaku
kakakku itu cantik, putih, intinya mirip seperti mamaku, nggak seperti aku yang
persis seperti papaku. Emang bener sih kulitku aja nggak seputih kakakku dan
mamaku tapi lebih ke papaku yang sawo matang, terus aku itu cerewet, marahan,
sedikit bandel. Dan aku punya keluarga yang Bhineka Tunggal Ika, gimana nggak
papaku asli Jawa-Madura, mamaku asli Kalimantan, sedangkan aku sendiri lahir di
Timika, Papua. Aku lahir disana tanggal 12 Agustus 2000. Sekarang aku sudah
14tahun duduk di kelas 9 SMP Negeri 20 Malang, dan tentu aku masih suka kartun.
Menurutku umur 14 tahun bisa dibilang umur yang cukup memiliki banyak
pengalaman pribadi mau yang senang, sedih, atau mungkin menyebalkan. Aku punya
satu pengalaman yang menurutku sangat menyebalkan yang bikin aku bisa ingat
kejadiaan itu sampai sekarang. Padahal kejadiaannya itu sudah lama banget,
kira-kira waktu aku dan keluargaku masih tinggal di Papua. Aku dan keluargaku
memang pernah tinggal di Papua selama 2 tahun.
Kejadian
itu sebenarnya awalnya nggak ada istimewanya. Aku bangun seperti biasa jam 05.00
yang mana kalau di Jawa masih jam 03.00. Tentu nggak mungkin ketika aku bangun
tidur langsung benar-benar bangun. Pasti aku akan kembali tidur, dan seperti
biasa mamaku akan memarahiku, “Elsa bangun! Sudah siang jangan tidur terus,
kamu belum sholat loh”. Dan dimulailah jadwal kegiatanku hari itu yang
kebetulan saat itu aku sedang libur sekolah selama 3 hari.
Seusai aku mandi dan sholat shubuh, pertama-tama tentu aku akan sarapan yang disambi dengan nonton TV dan pastinya tontonanku kartun. Entah kenapa aku kalau udah kena TV pasti lupa segalanya, bahkan aku sering kena marah mama dan papaku cuman gara-gara aku sering lupa tugasku gara-gara TV. Sehabis sarapan, aku berbagi tugas pekerjaan rumah dengan mamaku. Hari itu aku bertugas merapikan rumah, dan membersihkan debu yang menempel di barang rumah, seperti TV, meja, jendela, rak buku. Aku memulainya dengan kamarku. Aku menata tempat tidurku meski tidak terlalu rapi, meja belajar, dan melap alat-alat yang ada di kamarku. Dilanjutkan dengan kamar mamaku, sama seperti di kamarku aku menata tempat tidur mamaku, meja rias, kemudian debu yang ada di kamar mamaku aku bersihkan dengan lap. Sementara aku merapikan dan membersihkan debu di ruang tamu, mamaku ada di belakang sedang mengotak-atik mesin cuci yang terdengar sampai ke ruang tamu. Tak terasa aku sudah merapikan dan membersihkan semua ruangan yang ada di rumah. Akhirnya aku lanjutkan dengan menonton TV. Saat itu mamaku masih sibuk dengan menyapu rumah.
Seusai aku mandi dan sholat shubuh, pertama-tama tentu aku akan sarapan yang disambi dengan nonton TV dan pastinya tontonanku kartun. Entah kenapa aku kalau udah kena TV pasti lupa segalanya, bahkan aku sering kena marah mama dan papaku cuman gara-gara aku sering lupa tugasku gara-gara TV. Sehabis sarapan, aku berbagi tugas pekerjaan rumah dengan mamaku. Hari itu aku bertugas merapikan rumah, dan membersihkan debu yang menempel di barang rumah, seperti TV, meja, jendela, rak buku. Aku memulainya dengan kamarku. Aku menata tempat tidurku meski tidak terlalu rapi, meja belajar, dan melap alat-alat yang ada di kamarku. Dilanjutkan dengan kamar mamaku, sama seperti di kamarku aku menata tempat tidur mamaku, meja rias, kemudian debu yang ada di kamar mamaku aku bersihkan dengan lap. Sementara aku merapikan dan membersihkan debu di ruang tamu, mamaku ada di belakang sedang mengotak-atik mesin cuci yang terdengar sampai ke ruang tamu. Tak terasa aku sudah merapikan dan membersihkan semua ruangan yang ada di rumah. Akhirnya aku lanjutkan dengan menonton TV. Saat itu mamaku masih sibuk dengan menyapu rumah.
Keadaan
langit di luar rumah saat itu masih cerah, jadi aku putuskan untuk keluar
bermain dengan temanku. “Mama… aku boleh main ke rumah nada?”, tanyaku ke mama.
“Iya tapi jangan lama-lama”, jawab mamaku. Setelah mendapat ijin dari mamaku,
aku langsung pergi ke rumah temanku yang ada disebelah rumahku. Permainan yang
sering kami mainkan yaitu dokter-dokteran. Saat itu giliran aku menjadi dokter
dan temanku menjadi susternya, sedangkan pasiennya kami menggunakan boneka.
Setengah jam berlalu, mamaku memanggil aku. Mamaku berniat mengajakku ke pasar.
Awalnya aku menolak karena aku masih asik bermain dan cuaca saat itu sangat
panas, tapi akhirnya aku ikut dengan mamaku ke pasar. Kami pergi kepasar dengan
sepeda motor, karena jaraknya yang agak jauh dari rumah.
Awalnya
semua berjalan lancar sampai hujan deras turun sebelum kami sampai ke pasar.
Sialnya kami lupa membawa jas hujan, terpaksa kami berteduh di depan warung
bersama orang-orang yang juga menunggu hujan reda. Tak lama kemudian hujan
mulai reda, aku dan mamaku melanjutkan perjalanan kami menuju pasar. Selama
diperjalanan aku berfikir keadaan di pasar akan sangat becek karena pasar
disana tidak diberlantai keramik melainkan tanah. Sesampainya disana, seperti
yang aku duga pasar sangat becek dan licin. Aku dan mama berniat membeli ayam,
tahu, telur, dan bumbu-bumbu lainnya. Saat menuju ke pintu masuk pasar saja aku
sudah terpleset tapi untung saja aku
tidak sampai terjatuh. “Huh! Untung aku gak jatuh ma, kalau jatuh pasti
bakal malu aku”, kataku ke mamaku. Aku mengikuti mamaku dari belakang dengan
langkah yang hati-hati karena aku takut terpleset. Dan itu menjadi pembuka
kesialanku saat hari itu. Tempat pemberhentian pertama aku dan mamaku di
langganan mamaku membeli ayam.
“Pak,
ayam 1 kg berapa sekarang?”,tanya mamaku ke penjual.
“Rp35.000,00
bu”, ujar penjual..
“Yaudah
pak beli 1,5 kg ya pak”, sahut mamaku.
Apesnya saat itu kakikku diinjak
oleh mas-mas yang jalannya tampak terburu-buru. “Aww!”, teriakku, tapi orang itu
terus saja berjalan. Kakiku yang mulanya bersih sekarang jadi kotor penuh
lumpur “Iuhhh jorok ma, ma anterin ke kamar mandi ya ma”, pintaku ke mamaku.
Tapi permintaanku itu tidak digubris sama mamaku. Dengan wajah merengut aku
terus berjalan mengikuti mamaku. Kini mamaku membeli telor dan dilanjutkan
dengan membeli 2 kantong kresek tahu.
“Elsa
tolong bawakan tahu ini! Hati-hati bawanya, jangan sampai jatuh”, ujar mamaku.
“Iya
ma…”, jawabku.
Belum lama aku membawa 2 kantung
kresek yang berisi tahu itu, salah satu kantung itu jatuh karena aku memainkan
kreseknya. Spontan aku terkejut dan diikuti mamaku yang ikut terkejut juga
dengan muka yang menyatakann siap untuk memarahi anak kecil yang berdiri tepat
didepannya. Belum 1 katapun yang keluar dari mulut mamaku aku langsung meminta
maaf dengan segala upaya agar mamaku tidak memarahiku ditempat umum yang pasti
akan membuat aku sangat malu. “Gimanasih kamu ini el, kok bisa jatuh bawa
begituan aja?”, bentak mamaku. “Maaf ma, nggak sengaja aku ma…”, jawabku dengan
pasrah. Tanpa banyak kata mamaku menyuruh aku membeli tahu lagi tapi sendirian.
Dengan wajah yang sedikit berkaca aku membeli tahu kemudian kembali kemamaku.
Saat
itu gerimis masih turun. Mamaku membeli bumbu-bumbu dapur dan aku disuruh
membeli kerupuk yang tak jauh dari tempat mamaku berada. Saat memeberikan uang
kembalian ke mamaku, mamaku melirik kekerupuk yang barusan aku beli.
“Kenapa
ma?”, tanyaku.
“Kamukok
beli kerupuk yang itu, bukan kerupuk yang biasa mama beli?”, tanya mamaku.
“Aku
pingin nyoba kerupuk yang ini ma”, jawabku
“Awas
kalau sampai kamu gak makan kerupuknya!”, seru mamaku.
Didalam hati aku bernafas lega
karena untung mamaku tidak memarahiku lagi melainkan hanya menanyaiku yaa walau
dengan nada yang sedikit sinis karena aku salah membeli kerupuk. Kemudian
mamaku berminat untuk membeli jajan pasar. Aku mengikuti mamaku dengan
memperhatikan setiap langkahku agar aku tidak terpleset lagi karena jalan di
pasar itu menjadi lebih licin gara-gara gerimis yang belum berhenti. “Maa…”,
teriakku. “Jangan cepet-cepet jalannya ma”, pintaku. Tapi sepertinya mamaku
tidak mendengarnya. Aku tertinggal jauh dibelakang mamaku. Aku cepatkan langkah
kakiku untuk mengejar mamaku, namun kesialanku datang lagi sandal jepit yang
sebelah kanan putus. “Oh astaga”, ujarku. Buru-buru aku membenahi sandalku,
namun gagal. Akhirnya aku lebih memilih untuk menyeker daripada harus tertinggal
jauh dibelakang mamaku. Saat itu pasar penuh sesak degan orang aku tidak
leluasa mencari mamaku, tetapi aku terus berjalan dengan wajah yang mulai
menangis. Akhirnya aku melihat mamaku, ketika aku pegang tangannya ternyata dia
bukanlah mamaku hanya baju dan postur tubuhnya mirip dengan mamaku. “Oh maaf,
saya pikir mama saya”, kataku ke orang itu. Gerimis mulai deras. Aku berteduh
di warung dengan wajah menangis dan ketakutan. Namun, tak lama kemudian ada
orang yang berdiri disampingku dan bertanya “Dari mana aja kamu?”, ujar orang
itu. Aku menoleh dan ternyata itu mamaku betapa senangnya aku, kemudian aku
menceritakan apa yang menyebabkan aku tertinggal dibelakang mamaku, mulai dari
sandalku yang putus, sampai menangis di warung orang. Mamaku hanya tertawa
kecil dan berkata, “Makanya kalau mau kepasar cek dulu sandalmu”. Aku senyum
tidak ikhlas mendengar kata-kata mamaku. Hujan mulai reda, aku dan mamaku
menuju tempat parkir untuk pulang kembali kerumah. Selama diperjalanan pulang
kerumah aku hanya berguman dalam hati betapa menyebalkannya hari ini, mulai
dari aku terpleset, kresek tahu jatuh, sampai nangis gak jelas didepan warung
orang. Hahaha... J
Elsa Dilla
9A/33
0 komentar:
Posting Komentar
JANGAN BACA AJA DONK, KRITIK & SARANNYA MANA? KALIAN BISA ISI DI BAWAH INI. OKE